Mengantisipasi Kelangkaan Pupuk Bersubsidi



Penataan kembali pembangunan sektor pertanian lewat program revitalisasi pertanian yang disampaikan secara langsung oleh Presiden pada tanggal 19 Juni 2005 yang lalu secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa khususnya petani. Secara konsepsional revitalisasi pertanian berarti mengembalikan atau menempatkan kembali peran vital dan penting sektor pertanian dalam pembangunan nasional, melalui berbagai program-program yang mengarah kepada pembentukan pola pikir dan paradigma baru masyarakat tentang pertanian, peningkatan kualitas sumberdaya petani, peningkatan hasil produksi pertanian, dan peningkatan kwalitas hidup petani dalam tujuan pembangunan nasional.

Dalam upaya meningkatkan hasil produksi pertanian khususnya produksi beras dalam mencapai swasembada beras tahun 2007 pemerintah telah menargetkan total produksi beras sebesar 2 juta ton atau sebanyak 3,52 juta ton gabah kering giling menjadi 51,8 juta ton dari 54,66 juta ton tahun lalu. Pencapain target ini paling tidak diharapkan dapat terwujud pada saat panen raya yang diperkirakan akan terjadi pada bulan maret-april tahun ini diseluruh Indonesia. Target produksi ini diupayakan agar tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang ekstrem ataupun bencana yang mungkin saja terjadi, untuk itu maka sangat diperlukan pembenahan pada berbagai aspek yang mendukung pencapaian target tersebut, salah satu diantaranya adalah ketersediaan pupuk yang disesuaikan dengan daya beli petani yang tidak mengikuti harga pasar.


Untuk mengatasi kelangkaan pupuk, pemerintah telah menetapkan kebijakan menaikkan volume pupuk bersubsidi dan menyiapkan stok pupuk untuk realokasi pada saat kelangkaan terjadi di daerah tertentu khususnya didaerah yang terkendala masalah transportasi. Peningkatan Volume pupuk bersubsidi untuk tahun 2007 berdasarkan peraturan menteri nomor 66 tahun 2006 tertanggal 29 Desember 2006, akan ditingkatkan menjadi 6,7 juta ton dari tahun sebelumnya yang hanya 6 juta ton. Dalam jumlah itu termasuk didalamnya adalah stok pemerintah sebesar 200.000 ton untuk kepentingan realokasi jika terjadi kelangkaan pupuk di suatu wilayah. Total subsidi pupuk tahun 2007 adalah subsidi untuk pupuk urea 4,5 juta ton, pupuk majemuk atau NPK sebanyak 700.000 ton sisanya untuk pupuk jenis ZA dan SP 36.
 
Keputusan pemerintah untuk meningkatkan volume pupuk bersubsidi dalam bentuk subsidi harga ini diharapkan akan mengurangi kemungkinan praktek penyimpangan pupuk yang bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk. Selain itu pemerintah telah mengalokasikan pupuk sebesar 200.000 ton sebagai cadangan untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk yang bisa saja terjadi. Belajar dari masa lalu penyebab terjadinya kelangkaan pupuk secara nasional antara lain karena harga jual pupuk yang tinggi dipasaran akibat penimbunan pupuk bersubsidi oleh para distributor, produsen nasional menjual pupuknya ke pasar international, lambatnya organisasi distribusi pupuk dalam menyalurkan pupuk bersubsidi, penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran. Bahkan dibeberapa daerah satu diantaranya adalah kelompok tani asal ciamis, melakukan protes karena kebijakan distribusi pupuk bersubsidi tidak pernah sampai kepada petani didaerah tersebut. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kelemahan pemerintah dalam distribusi dan pengawasannya pupuk bersubsidi masih sangat lemah. Maka dari itu penting untuk segera merumuskan langkah-langkah antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya kelangkaan pupuk di masa depan sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.   
Langkah antisipatif
Untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan pupuk, maka peningkatan volume pupuk bersubsidi harus disertai dengan pengawasan yang melekat oleh pemerintah dalam proses pendistribusiannya kepada petani. Proses distribusi yang berlangsung selama ini dianggap oleh sebagian kalangan khususnya petani dan para pemerhati pertanian masih sangat rawan dengan kemungkinan tindakan penyelewengan oleh para distributor.

Langkah pertama, yang harus ditetapkan adalah dengan membuat data akurat daftar kebutuhan konsumsi pupuk bersubsidi mulai dari tingkat desa dan kelurahan sampai tingkat kabupaten sehingga kemungkinan terjadinya salah sasaran bisa dieliminir sekecil-kecilnya. Untuk mengumpulkan data tersebut diperlukan kerjasama antara pemerintah kelurahan, dinas pertanian tingkat II dan kelompok tani pada wilayah yang bersangkutan. Setelah itu data yang dimiliki pemerintah harus disampaikan kepada publik secara transparan agar masyarakat bisa terlibat secara langsung dalam proses perbaikan data tersebut.
Kedua, mengawasi proses distribusi dengan membentuk tim pengawas yang melibatkan berbagai kalangan khususnya kelompok independen dan dari pihak petani itu sendiri, dengan menyampaikan laporan pengawasan secara periodik kepada pemerintah. Dengan dibentuknya tim pengawas ini, maka segala penyimpangan yang terjadi dalam proses distribusi pupuk bersubsidi menjadi tanggung jawab tim pengawas yang telah dibentuk dan pihak distributor sehingga proses pengawasan dijamin akan lebih baik.     
Ketiga, dalam proses distribusi menggunakan jalur birokrasi yang lebih pendek dalam hal ini pihak distributor menyalurkan pupuk secara langsung kepada kelompok tani berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh pemerintah dan kelompok tani. Baik tim pengawas maupun pihak distributor dalam melaksanakan tanggung jawabnya mengacu kepada data yang sama sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan ataupun ketidaksesuaian mampu untuk ditekan.
Keempat, melakukan desentralisasi wewenang pengelolaan pupuk bersubsidi kepada pemerintah daerah sehingga akurasi dan ketepatannya lebih maksimal lagi. Sehingga pemerintah pusat nantinya hanya menerima laporan yang sudah terferivikasi secara baik mulai dari tingkat kelompok tani, distributor, dan tim pengawas yang semuanya berada dalam koordinasi Pemerintah daerah bersangkutan.
Kelima, melakukan pengawasan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap pengecer yang melakukan penimbunan untuk menaikkan harga jual pupuk di pasaran dari harga normal yang berlaku. Dalam pengawasan ini pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam proses investigasi tidak langsung atau membuka diri atas laporan dan masukan dari berbagai pihak.

Kebijakan subsidi silang
Dasar dikeluarkannya kebijakan pemberian subsidi pupuk dalam bentuk harga pupuk kepada petani karena rendahnya daya beli pupuk harga petani di pasaran, sedangkan produsen pupuk tidak bisa bertahan dengan harga jual terhadap petani yang rendah sehingga kebijakan ini dianggap sebagai solusi yang tepat bagi kedua pihak dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya berupa subsidi gas kepada produsen pupuk yang dianggap tidak berhasil.

Namun pemberian subsidi pupuk kepada petani dianggap terlalu rawan terhadap terjadinya penyelewengan, maka patut untuk dipertimbangakan adalah melakukan subsisi silang dengan mengganti subsidi beras dengan menaikkan harga pembelian gabah petani yang lebih tinggi. Dengan menaikkan harga pembelian gabah ini, maka akan memberikan pemasukan yang lebih besar bagi petani sehingga bisa membeli pupuk dengan harga pasar yang disesuaikan dengan biaya produksinya sekaligus menekan penggunaan pupuk berlebihan, dimana menurut penelitian bahwa petani Indonesia cenderung menggunakan pupuk melebihi standar teknis yang ditetapkan. Di lain sisi, pihak produsen pupuk juga bisa mengatur efisiensinya dengan membeli gas sesuai harga di pasaran.

Menaikkan harga pembelian gabah yang lebih tinggi dianggap tidak rawan dengan kemungkinan penyelewengan, karena tidak ada mekanisme khusus yang berlaku.  Hanya saja untuk mengantisipasi terjadinya berbagai kemungkinan lain maka pengawasan terhadap para rentenir dan tengkulak patut untuk diperhatikan, karena seringkali terjadi tekanan-tekanan yang tidak sehat oleh para tengkulak kepada petani-petani di pedesaan untuk menekan harga pembelian gabah tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. 

yusran

Comments